Pentingnya Ketegasan Hukum dan Edukasi Masyarakat Dalam Kasus Ilegal Logging

Oleh: Sania Ahmad

Sejak awal Maret 2019, suasana di rumah saya menjadi panas. Hal itu dikarenakan, hutan kecil didepan rumah ditebang sembarangan untuk dijual kayunya. Akibatnya pun terasa beberapa saat setelah hutan menjadi gundul. Suasana menjadi panas, polusi juga semakin menggebu karena hutan berhadapan langsung dengan jalan raya. Sedangkan tidak ada yang menyerap karbon dioksida, polisipun menyebar kemana-mana.

Fenomena hutan gundul tidak hanya terjadi di satu tempat saja, melainkan di seluruh wilayah Indonesia. Seperti di wilayah Kalimantan Barat, fenomena hutan gundul atau pembalakan liar masih sangat marak sampai saat ini.

Data balai Gakkum LHK wilayah Kalimantan mencatat, untuk wilayah Kalimantan Barat, sepanjang tahun 2016, pihaknya menangani sebanyak sembilan kasus. Dua kasus TSL(perdagangan tanaman dan satwa liar) dan sisanya tujuh kasus pembalakan liar. Kemudian sepanjang tahun 2017 sebanyak 12 kasus, yakni 2 kasus TSL, dan 10 kasus illegal logging. Sementara di tahun 2018 yang semasa itu baru berjalan empat bulan, sudah menangani sebanyak 13 kasus illegal logging.

Aktivitas pembalakan liar yang masih menonjol itu terjadi pada daerah-daerah yang masih memiliki hutan atau kayu yang punya nilai jual tinggi. Sehingga menjadi incaran dari pelaku illegal logging tersebut.

Pada dasarnya, kejahatan illegal logging, secara umum kaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompokkan kedalam beberapa bentuk kejahatan secara umum yaitu : pengerusakan, pencurian, penyelundupan, pemalsuan, penggelapan, dan penadahan. Masing-masing memiliki hukumannya sendiri.

Salah satu penyebab penebangan liar adalah, ekonomi warga sekitar yang kurang, dan akhirnya mereka menebang pohon secara liar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Tetapi, mereka selalu melakukan penebangan yang berlebihan, dan merugikan makhluk lain.

Akibat dari penebangan hutan secara liar misalnya, banjir, tanah longsor, kepunahan hewan, dll. Banjir dapat terjadi karena berkurangnya daya resap tanah yang disebabkan oleh pembalakan hutan secara liar. Hujan deras yang berlangsung lama dapat menggerus tanah dan air langsung turun membawa lumpur. Akibatnya, desa di lereng gunung diterjang lumpur dan tanah longsor.

Kepunahan hewan, dikarenakan penebangan hutan secara liar yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Predator akan kehabisan mangsa dan berburu di pemukiman warga, atau malah mati kelaparan. Mereka juga kehilangan habitatnya dan lama-lama akan mati satu persatu. Seperti kasus,100 ribu orangutan punah di Kalimantan akibat penebangan hutan dan perburuan. Para ilmuwan baru saja mengetahui bahwa setidak-tidaknya 100 ribu orangutan telah lenyap selama 16 tahun terakhir.

Temuan ini adalah hasil studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Current Biologi. Tentang penyelidikan orangutan di Kalimantan, dan habitat sebagian besar orangutan. Hasil dari data survei menunjukkan, kemerosotan yang paling tajam terjadi di area yang digunduli atau diubah menjadi pertanian industri. Sementara, orangutan berjuang hidup diluar hutan. Celakanya, orangutan paling banyak hilang di area hutan yang masih utuh, atau yang pohon tingginya ditebang selektif. Di area ini, jumlah orangutan menyusut akibat perburuan (sebagaimana semua hewan dapat dimakan di Kalimantan)

Orangutan juga semakin sering dibunuh ketika hutan habitat mereka ditebangi, sehingga mereka terdesak turun ke ladang dan perkebunan warga. Bertemu orangutan di tempat seperti itu, warga ketakutan atau marah, sehingga membunuh.

Upaya untuk menanggulangi masalah pembalakan hutan adalah bertindak tegas kepada para pelanggar. Pelaku akan dijerat pasal 12 UU no. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dengan ancaman penjara minimal 3 bulan dan maksimal 3 tahun.
Kebutuhan kayu terus meningkat sesuai perkembangan penduduk. Murahnya harga kayu adalah hasil dari curian. Ini akan menjadi faktor pendorong tindakan pembalakan yang harus dicarikan solusinya terutama sistem tata niaga.

Illegal logging merupakan pelanggaran pasal 50 ayat 3e UU 41/1999 diatur di pasal 78 ayat 5, dengan sanksi pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 miliar rupiah. Menebang pohon, memanen, atau memungut hasil hutan tanpa izin, merupakan tindak pidana menurut kategori pelanggaran.

Namun, bisnis ini masih eksis dikarenakan ada rangkaian kejadian berulang berdasarkan beberapa variabel,dari hulu hingga hilir. Di hulu, ada problem konsistensi penegakan hukum yang lemah, sistem pengawasan juga sangat lemah. Penanganan kasus-kasus juga cenderung tertutup dan tidak transparan. Sehingga masyarakat sulit melakukan pengawasan secara eksternal. Sementara di hilir, peradilan selama ini menjatuhkan vonis rendah kepada pelaku. Akibatnya, tidak menimbulkan efek jera.

Seharusnya, pemerintah bertindak lebih tegas terhadap para pelaku, mengetatkan pengawasan kepada hutan, dan juga bisa bekerjasama dengan warga sekitar untuk menjaga kelestarian dan keamanan hutan. Pengawasan juga bisa diperketat dengan pemasangan kamera cctv di titik-titik strategis. Bekerjasama antara pemerintah dan warga bisa menguntungkan kedua belah pihak. Karena, hutan adalah milik bersama,milik negara dan wilayahnya. Semua warga Indonesia diwajibkan untuk bersama-sama melindungi hutan. Karena jika hutan gundul, yang merasakan akibatnya bukan hanya manusia, melainkan semuanya,hewan dan tanaman.

Penanaman pola pikir anak muda soal pelestarian hutan juga sangat penting. Mungkin penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini bisa diupayakan dengan gerakan penanaman, One tree save the world. Bisa dilakukan di sekolah, maupun dirumah.

Juga himbauan untuk tidak merusak tanaman, atau penanaman pengetahuan soal betapa pentingnya pohon bagi peradaban manusia dan dunia. Saat ini, sudah saatnya anak-anak muda yang bergerak.

Intinya, selain pemerintah bertindak tegas dalam menghadapi pelaku illegal logging, menyediakan lapangan kerja yang sesuai, juga mengetatkan pengawasan terhadap hutan, dan bisa memulai kerjasama dengan warga sekitar. Serta menghimbau generasi muda untuk lebih awal mencintai, peduli, dan menjaga alam.

*Artikel ini dipresentasikan dalam Lomba Esai Hari Hutan Sedunia di IAIN Salatiga Maret 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Kami

Majalah Elalang adalah media dokumentasi kegiatan dan publikasi kreasi warga belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga. Blog ini berisi dokumentasi ide mingguan, artikel karya bulanan, serta majalah digital dwibulan KBQT.

Rubrik

Artikel (6) Berita (1) IDE (3) Majalah (14) Opini (4) Sastra (1)

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *